Tampilkan postingan dengan label just thoughts. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label just thoughts. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 September 2010

Masalah, masalah, masalah...

Yang namanya hidup memang gudang masalah.

Yap, bukannya mau mengeluh. Ane hanya mau berusaha melatih mental. Masalah makin banyak dan tantangan makin berat. Tuntutan dari orang sekitar makin besar pula, terutama dari orang tua. Kita semua ingin semuanya berjalan lancar, mulus, dan menyenangkan. Tapi hidup bukannya naik Ferrari di jalan tol pas lagi sepi. Bukan juga mendaki gunungdengan kereta ski. Hidup = masalah.
Tapi ane mencoba terus untuk tidak memikirkan hal itu.

Sesungguhnya gak ada masalah dengan itu semua! Yeah, kalau normalnya hidup = masalah, kenapa musti dipusingkan lagi? Sama seperti, kalau mati adalah bagian dari kehidupan yang alami, kenapa masih banyak orang maksa mau cepetan mati? Bicara soal hidup dan mati, memang agak rumit dan mendalam. Tapi daripada ane ceramah soal itu, lebih enak jalani saja yang ada sekarang dan biarkan Allah SWT yang menilai. Seandainya, kids.. masalah datang pada kalian dan kalian merasa down, itu wajar! Kita ini bukan makhluk kuat, tapi kita juga tidak lemah. Mari kita berpikir jika masalah tertentu datang : Well, ini memang bagian dari hidup, kan? Inilah kenyataan, kawan. Dan ini bukan masalah besar, semuanya akan baik-baik saja. Semua sudah digariskan. Allah SWT selalu bersama kita dan tidak pernah meninggalkan kita barang sedetikpun.

"This is just a part of life! That's not in white lines! That's not a big deal!"---Noel Gallagher (sedikit kutipan)

Bersyukurlah atas semua masa-masa sulit yang kita jalani, karena dengan demikian kita makin dewasa. Jangan mengeluh apalagi mengutuk. Lakukan sesuatu yang kongkrit, karena kalau cuma berdoa, masalah tidak akan kunjung selesai. Tapi jangan lupa untuk memberi diri sendiri kebahagiaan. Kita semua berhak untuk bahagia! Iya, kan?

Have a wonderful life, kids!

Dan satu lagi mimpi yang akan ane capai: pergi ke Utara dan melihat aurora!

Jumat, 20 Agustus 2010

I Want to Be A New Yorker

Mau cerita nih, hehe. Ternyata makin asik aja ya rasanya punya blog. Bisa markir sedikit di blog sederhana yang penuh tulisan ane doank emang kerasa kayak kumpul-kumpul keluarga, meskipun keluarga gw gak pernah kumpul-kumpul. Buat yang belum punya blog, well.. it's your loss, man!

Bulan Ramadhan kali ini ada kejadian yang menguji iman. Tepatnya, menguji kesabaran. Tapi ane malas cerita ke siapa-siapa, jadi ane putuskan buat let the steam out here. Feel free to comment, kids.

Malam yang panas dengan hati yang panas, ane menyimpulkan bahwa ane memang gak cocok hidup bermasyarakat. Bukannya masyarakat kota, tapi masyarakat kampung. Ane bilang 'kampung' karena ane memang tinggal dikampung. Watak warganya, kebiasaannya, sistem masyarakatnya bener2 jauh dari kesan perkotaan. Pokoknya satu tempat yang gak bisa dibandingkan dengan daerah seperti Pondok Indah atau Bintaro. Kira-kira seperi itu.

Nah, ane harus mengaku sedikit disini. Selain nyambi kuliah, ane juga menyempatkan diri mengajar di TPA masjid dekat rumah. Harus dikatakan juga itu bukan kemauan ane pada awalnya. Orang-orang masjid sendiri yang menawarkan, dan ane setuju saja. Hitung-hitung pengalaman mengajar. Ternyata memang lebih dari sekadar pengalaman mengajar. Benar-benar lebih dari itu.

Ane mengajar di kelas anak-anak yang rata-rata sudah mampu membaca Al-Qur'an dan usia mereka kira-kira antara 6-10 tahun. Kami sekelas ini lumayan kompak. Tiap minggu anak-anak mengumpulkan uang mereka (Rp. 1000) untuk ditabung menjadi uang kas kelas. Lama-kelamaan uang kas kami semakin banyak. Anak murid ane yang menjabat sebagai bendahara kelas, dia membujuk ane untuk 'melakukan sesuatu' dengan uang yang sudah terkumpul lumayan banyak itu. Kami memutuskan untuk mengadakan buka puasa bareng buat anak kelas yang sudah rajin-rajin bayar uang kas itu.

Kebetulan anak-anak kecil yang ngaji dengan ane di masjid---mereka bukan anak TPA, jadi mereka bukan anak kelas ane---juga ingin ikut acara buka puasa bareng. Mereka ane suruh untuk membayar uang 10.000 per-orang, jadi semua orang merasa adil, masa yang ndak bayar uang kas numpang makan gratis? Anak kelas ane bisa ngambek nanti. Jadi ane bilang : "Nt boleh dateng, dateng aja jam 5, tapi minta mamanya uang sepuluh ribu, yaa... kita mau buka pakai Hoka-Hoka Bento..". Begitulah.

Mereka benar-benar datang. Singkatnya acaranya lancar. Meski ada insiden, kotak bentonya kurang satu, coba! Soalnya tamu undangan ternyata diluar perkiraan, yang bukan anak kelas nambah banyak. Ortu juga ngundang anak yatim, dan kotak bentonya memang dilebihin dikit. Syukur alhamdulillah semua kebagian.. 

Tapi ada masalah lain. Malam harinya ane didatangi kepala sekolah, sebutlah bu Lely. Bu Lely mengeluh karena ane dianggap mengadakan acara sendiri tanpa mengundang guru-guru TPA lain dan anak-anak lain. Ane benar-benar merasa kacau. Ane benar gak tahu seerat itu 'ikatan kekeluargaan' di TPA masjid, sehingga satu acara harus semua orang merayakan. Ane benar-benar dibuat mingkem dan salah tingkah didepan Bu Lely itu. Dia kelihatannya sangat kecewa, dan mungkin sudah mengeluh ke semua guru TPA. Cara biacaranya sangat membuatku tersudut. Dia berceramah soal tradisi TPA masjid sini, soal kebersamaan, soal kekeluargaan, hal-hal yang ane gak mengerti itu. Sekarang mereka pasti menganggap ane terlalu eksekutif atau bodoh atau segala macam. Sungguh sulit.

Yang bisa ane katakan, baiklah.. ane salah. Ane meminta maaf berkali-kali pada Bu Lely. Ane bilang bahwa ane gak tahu menahu kalau satu acara, yang biaya penyelenggaraannya saja dengan uang kas anak-anak, harus melibatkan semua pihak. Ini benar-benar bikin bingung dan ane agak gelisah juga kalau ternyata masalah ini lebih besar dari kelihatannya di mata guru-guru lain. Bu Lely itu cara bicaranya benar-benar mencerminkan perasaan kecewa, dan sepertinya kesal juga. Well, i'm afraid i can do nothing bout it.

Tapi semuanya sudah terlanjur dan lagipula akan ada acara buka puasa bersama seluruh anak-anak, remaja, dan guru-guru TPA hari Minggu nanti (jujur ane jadi males dateng). Begitulah, bisa jadi ane dicap segala macam oleh mereka. Karakter masyarakat sini, berdasarkan kesimpulan ane setelah mendengar cerita-cerita dari ibu ane, adalah bahwa mereka senang bicara di belakang. What a bunch of phonies! Tapi ane tetap saja gak bisa melakukan apa-apa. Toh walaupun ane ngerasa salah, kalau dipikir-pikir, bukannya apa, ane gak sepenuhnya salah. Uang kas itu milik anak-anak dan bahkan ane gak ikut makan Hoka-Hoka Bentonya. Ane cuma menganggap ini adalah acara anak kelas ane dan rencananya memang mau kecil-kecilan saja, sebab apa jadinya tadi kalau mengundang semua orang? Gak mungkin ane nalangin makanan buat guru-guru lain, dengan uang ibu ane! No way. Kalau sudah begitu mau dijamu pakai apa mereka? Ane sebenarnya gak keberatan mengundang mereka, tapi yah.. ane kira kalau yang namanya uang kas yah harus dihabiskan mereka yang membayar saja. Memang gak ada salahnya mengundang. Nah ini salahnya ane juga. Ane gak mengundang mereka. Tapi ane gak mengira akan sebesar ini akibatnya. Ane gak menyangka akan sekecewa itu reaksi guru-guru lain! Whoa, it killed me. I mean, waktu ane di sekolah lama dulu, begitulah tradisi anak-anak. Masing-masing punya urusan. Kalau kelasnya mau buka puasa sendiri ya, silakan.... Tapi kalau mau buka puasa seangkatan, ya berarti semua diundang. Karena kan judulnya BUKA PUASA KELAS dan BUKA PUASA ANGKATAN.. beda tho'?? 

Ternyata disini gak berlaku begitu. Di masjid dekat rumah itu, acara atau kejadian sekecil apapun harus di-share bersama. Kedengarannya bagus ya? Well, ane tetap saja gak terbiasa begitu. Pertama, karena ane guru baru. Ane baru ngajar sebentar. Ane masih harus tahu lebih banyak tradisi2 disana. Kedua, ane juga gak suka keribetan dan keributan. See what i mean?

Maksud ane kayak gini : kesimpulannya adalah ane makin gak betah tinggal di daerah sini dan ane pikir ane sangat cocok untuk tinggal di kota macam New York atau London aja. Mereka itu hidupnya masing-masing,  individualis, tapi gak ada kejadian rumit yang bikin ane salah tingkah disini. Gosh, benci rasanya kalau tiap gerak-gerik ane diawasi mata-mata masyarakat keparat yang gak ada kerjaan ini. Sampai acara buka puasa kelas aja dibikin ribet. 

Have a nice day, kids..

PS : ane gak peduli orang mau ngecap ane apa, ane cuma makin ngerasa gak betah aja jadinya.

going to place where nobody knows if it's light or day..



Kamis, 19 Agustus 2010

Yang Disebut Dengan Kesombongan

Kita semua setuju kalau sombong adalah penyakit hati, kan? Bagus sekali. Nah, ane disini gak brniat menceramahi siapapun. Tapi seandainya, kids, kalian mau memberi sanggahan atau masukan yang bagus, feel free for it. Ane disini sekadar mau berbagi pemikiran saja, sebab ane pikir kalau banyak pemikiran kita tidak tersalurkan dengan baik, maka otak bisa mandek dan kehabisan kreativitasnya.

Allah SWT (i'm a muslim anyway, just for you to know), dalam kepercayaan saya pernah berfirman bahwa orang yang sombong alias angkuh tidak punya tempat di surga nanti. Dalam Islam, orang yang sombong berarti mereka yang merasa dirinya superior DAN merendahkan orang lain. Jangankan orang lain, bahkan kadang sang Pencipta juga dia rendahkan. Inilah yang bisa ane sebut sebagai penyakit sombong tingkat akut. Ia merasa sah-sah saja merasa begitu dan merendahkan yang lain. Ia merasa puas diri, dan tidak mau belajar.

Ane rasa kita semua haruslah bisa membedakan antara apa yang disebut dengan kesombongan dan kepercayaan diri. Meskipun ada lagi jenis lain, alias narsis. Narsistik artinya sifat seseorang yang mencintai diri sendiri secara berlebihan. Tapi itu kita bahas nanti saja. Yang pasti, ane menganggap narsistik adalah sifat negatif dan sangat dekat dengan kesombongan. Dan itu semua dekat dengan ego. Egois jelas-jelas adalah sifat jelek yang justru merendahkan orang itu sendiri. That's what i think.

Ane yakin semua dari kita pernah merasa superior dari orang lain, entah itu cuma sesaat atau sebesar apa tingkat kesombongan itu, tergantung dari karakter kita masing-masing. Sombong yang membuat seseorang malas belajar, menganggap orang lain tidak sama nilainya, dan yang--tentu saja--membuat iblis tidak ingin bersujud pada Adam 'alaihissalam sehingga ia dideportasi dari surga. Segitu parahnya akibat dari sifat sombong. 
Lalu bagaimana dengan sifat percaya diri?
Perbedaan mendasar antara keduanya jelas, yaitu : Jika sombong merasa ia paling hebat dalam bidang tertentu, tidak mau belajar, dan cenderung menyakiti perasaan orang lain dimana tak ada seorang pun yang berhak dicaci maki (kecuali orang-orang di faithfreedom, ane bercanda tapi agak serius). Sementara percaya diri adalah kebalikan dari itu semua. Percaya diri berarti meyakini potensi diri sendiri dan merasa bahwa dirinya pantas dan memiliki nilai, tapi TIDAK dengan merendahkan siapapun dari pihak manapun. Itulah.

Tapi satu hal yang ane yakini, tidak ada seorangpun yang pantas kita rendahkan, untuk alasan apapun. Termasuk diri kita sendiri. Jika kita menghormati diri sendiri, merasa bahwa kita ini pantas mendapat kebaikan, hal-hal baik itu pasti beneran terjadi pada kita. Ambil contoh, seseorang yang memberikan pidato dengan keyakinan, para audiens otomatis akan ikut meyakini apa yang dia ucapkan. Bagaimana dengan orang yang ragu? Audiens jelas akan merasa bosan dan menganggap perkataannya adalah omong kosong. Haha, ini berdasarkan pengalaman pribadi sebenarnya.. 
Ane pernah menyimak interview dengan salah satu seleb yang terkenal dengan kearoganan dirinya dan bandnya. Ia cukup terkenal, dan walaupun banyak yang mengejek kearoganannya, dia menampilkan sifat acuh tak acuh. Meskipun orang ini juga memiliki sejumlah penggemar fanatik dan mengamini semua opini pribadinya. Ketika ia ditanya oleh wartawan; "Mengapa kok anda yakin sekali musik anda yang terbaik didunia, lalu anda berkoar-koar soal itu?"
Well, dia menjawab :
"Sebenarnya itu semua terserah orang bagaimana menyikapi sikap saya. Saya yakin dengan yang saya ucapkan. Kau tahu kalau kau berkata dengan yakin : sayalah yang terbaik, lalu kau memberikan aksi nyata untuk mewujudkan kata-kata itu, yah... 50% orang akan percaya,"

I love this man.

Mungkin kita sering tercampur batas antara arogansi dengan kepercayaan diri. Tapi yakinlah, kita semua berhak mendapatkan yang terbaik. Tak ada dari kita yang cacat atau kurang, karena Yang Maha Sempurna sudah menciptakan kita dengan segala potensi yang kita punya. Yang perlu kita tambahkan ya, tentu saja, seperti yang seleb tadi katakan : yakinlah, maka orang-orang akan meyakinimu juga. Hampir tak ada yang tak mungkin untuk diwujudkan. Hanya... ingat, hanya Allah SWT yang tidak bisa kita lampaui. Benar-benar tidak boleh. Aku pernah dengar hadits yang mengatakan orang yang sombong tak akan mampu mencium bau surga.

Jadi lampaui semua batas diri yang kau ciptakan itu. Jangan buat mitos bahwa tak ada orang yang lebih cerdas daripada Albert Einstein, tak ada yang lebih berbakat dari Da Vinci, tak ada band yang lebih legendaris daripada Beatles, tak ada tim bola yang lebih hebat dari tim Jerman, blah blah... Lampaui semua itu dan teruslah belajar. Tapi jangan rendahkan siapapun. Siapa tahu kita tidak lebih baik daripada yang kita rendahkan, betul?


So we see the differences here, right? Give me your opinion.


ada kucing numpang mejeng, have a nice day kids!

Selasa, 17 Agustus 2010

Now I Know One New Word : HYPOCRITE

Bukan hal baru lagi kalau dunia beserta manusia penghuninya munafik semua. Kau, aku, orang-orang.. kita sama. Orangtuaku adalah contoh paling nyata, tidak----salah satu yang paling nyata----yang kutahu begitu munafiknya. Dalam kepercayaan yang kuanut, tiga ciri orang munafik adalah, pembohong, ingkar janji, dan pengkhianat. Bila kita satukan poin-poin tadi maka kita akan dapatkan satu kesimpulan : orang munafik adalah orang yang lain didepan, lain dibelakang.

Aku kenal dengan beberapa teman. Dan mereka adalah munafik paling handal yang kutahu. Mungkin kau juga punya? Mereka itu adalah orang-orang yang pastinya BUKAN musuhmu. Mereka bisa jadi keluargamu sendiri, pacar, atau teman karib. Mereka lebih parah dari sekadar musuh. Mereka menggerogotimu dari belakang, menjijikkan sekali. Membuatmu meletakkan kepercayaan lalu menghancurkannya begitu saja suatu hari. Sounds familiar?

Temanku, contohnya. Sebelumnya, kupikir dia adalah orang paling teguh hatinya. Maksudku, ya Tuhan, dia itu banyak sekali yang benci. Semua orang, hampir semua orang yang kukenal membicarakannya di belakang. Tapi mereka semua bersikap manis didepan temanku itu. Mari kita sebut rekanku ini sebagai Ally. Ally membuatku kagum kadang-kadang. Ia baik dan ramah pada siapapun juga. Adik kelas, guru yang menyebalkan, teman-temannya. Betapa menyedihkan mereka semua membicarakan Ally dibelakang. Karena aku cukup dekat dengan Ally, kadang-kadang aku mendengar omongan buruk seperti : "Hei, gimana kabarnya sahabat nt? Si Ally?", mereka jelas-jelas menyindirku yang lumayan dekat dengannya. Jijik sekali dengan kepongahan mereka. Tingkah menjijikkan itulah yang justru membuatku bangga berteman baik dengan Ally. Aku senang betul menyadari bahwaaku cukup berani berteman dengan Ally tak peduli betapa mereka selalu memojokkan dia.

Kurasa salah satu alasan kenapa mereka membenci Ally dibelakang dengan kepengecutan seorang munafik adalah karena Ally anaknya lumayan alim. Dia itu berbeda. Beneran. Orang alim yang rajin beribadah kan banyak, tapi si Ally ini, entahlah, gayanya yang kemayu sekaligus gemar mengingatkan kesalahan orang, memang kadang menyebalkan buat mereka (buatku juga kadang-kadang), bedanya adalah aku tidak lantas membencinya. Merekalah yang demikian. Sulit untuk kuceritakan disini, tapi sedih rasanya kalau aku lewat gerombolan anak-anak itu (yang sedang membicarakan Ally) lalu tiba-tiba mereka beralih ke topik lain seakan takut aku melaporkan mereka kepada Ally. Kalau sudah begitu rasanya ingin sekali kukirim mereka ke tahun 1944 ke kamp konsentrasi Auschwitz agar digas bersama munafik-munafik lain disana.

Aku ini bukannya senang berprangsangka buruk. Bagaimana mau berprasangka buruk kalau kenyataan yang terjadi memang buruk? Ally benar-benar tidak punya teman disana, tapi dia punya niat yang mulia. Dia bilang ingin mengabdi jadi guru disekolah, yang mana kutahu sekolah swasta keparat yang SPP nya mahal sekali itu, amat sangat kecil gaji pokok gurunya. Tapi dia tidak keberatan, dia bahkan rela untuk menunda kuliahnya. Begitu baik tujuan dia itu pada sekolah yang memberinya kenangan buruk. 

Tidak jarang juga Ally menangis dan bercerita tentang perasaannya padaku. Itu membuatku semakin menyukainya saja.

Tapi yang namanya manusia selalu mengecewakan. Pertama mereka membuatmu yakin bahwa, dialah orang paling berharga. Sehari kemudian, dialah orang paling mengecewakan yang pernah ada. Selalu begitu, seperti siklus. Sepertinya kita semua memang diciptakan begitu? 

Aku tidak percaya. Aku tidak pernah percaya semua orang selalu munafik.... sampai aku mengenal Ally.

Yang membuatku kagum padanya, salah satunya adalah, tentu saja, prinsip dan idealisme dia. Dia itu anti-pacaran. Dia punya tunangan. Si Ally, tiap kali libur akhir minggu, tunangannya datang ke sekolah. Waktu itu usia kami berdua 17 tahun. Tunangannya sudah kuliah, sepertinya terpaut 2 tahun dari Ally. Dia bawa macam-macam hadiah untuk Ally. Bunga, makanan, ya.. dan cincin. Kelakuan mereka persis seperti pengantin baru. Buatku sendiri, itu agak mengganggu. Tapi kupikir-pikir, mereka kan sudah bertunangan? Orangtua keduanya saling setuju, jadi mestinya gak masalah kan? Jadi diam-diam aku mendukung hubungan mereka juga.

Sialnya, aku lagi-lagi membuat kesalahan...
Aku terlalu percaya pada orang lain. Itu kesalahan terbesarku waktu itu.

Kami berdua lulus. Dan seperti keinginan lama Ally.. dia mengabdi kepada sekolah keparat itu. Untuk murid-murid blo'onnya yang sama keparatnya. Ally. Yang kudengar, tunangannya memutuskan hubungan. Aku tidak pernah tahu kenapa. Pokoknya mereka putus. Sebabnya? Aku tidak tertarik. Tapi yang bikin aku marah sampai sekarang padanya adalah, well... dia menikah dengan orang lain, tapi mereka sudah berhubungan badan dengan orang sial itu. Mereka sudah berzina. Dua-duanya. Dua kali pula.

Bikin mual. Mual, kalau ingat dulu Ally adalah anak baik, korban kemunafikan orang-orang sekitarnya. Lebih mual lagi, kenyataan bahwa dulu aku sangat mendukungnya.
Dan berita tidak mengenakkan itu berasal dari temanku yang lain. Awalnya tidak percaya. Tapi... yah ada beberapa alasan. Sudah cukup, aku tidak mau tahu lebih jauh lagi. Ally tidak pernah cerita padaku. Mungkin dia malu? Kalau aku jadi dia, itu yang kurasakan. Itu memang aib. Karena aku tidak peduli berapa banyak jumlah pelacur dan gigolo di dunia ini. Aku tidak peduli kalau teman SD ku---yang dulu main sepeda denganku, bercinta dengan tukang batagor dikamar mandi, aku gak peduli apakah sebenarnya Rhoma Irama punya isteri lebih dari 10? Persetan.
Tapi ini Ally. Aku mengenalnya dengan baik.

Dan dia... sialan. Sudahlah, itulah kenapa aku bisa jadi pembenci dunia paling akut. Bahkan aku tidak percaya kalau ayahku memujiku. Dia pasti selalu ada maksud lain. Persetan.

Tapi itulah... kadang-kadang kita tak bisa berbuat apa-apa. Manusia sudah pasti berubah. Kemarinnya dia anak paling manis dan penyabar, besoknya kau lihat di TV, dia membunuh temannya sendiri karena pacarnya selingkuh... bla bla bla. Coba saja tonton acara reality show sekarang yang memperlihatkan kemunafikan itu semua. Mempertontonkan aib orang-orang. Aku menontonnya juga, jangan salah. Tapi aku biasanya cuma tertawa.
Begini saja, kalau kau membenci kata-kata fuck you, dan ingin menghapusnya, akan selalu ada fuck you-fuck you  lain sedang ditulis seseorang ditempat lain. Mau dikasih waktu sepuluh juta tahun untuk menghapusnya juga tak akan bisa. Manusia memang makhluk menyedihkan.
Sebenarnya tidak hanya si Ally. Ada 'teman-teman'-ku yang lain yang gak kalah parah. Tapi bisa muntah beneran kalau kutulis disini. Kau juga tidak akan sudi membacanya, kan?

Jadi pesanku, jangan terlalu banyak berharap. Hidup ini menyebalkan. Tapi kalau ada orang baik kepadamu dengan tulus, dan kau paham betul bahwa dia tulus padamu, terima saja. Belum tentu ada orang lain yang sepertinya. Jangan berharap apa-apa di dunia fana ini. Sebab dunia cuma sekadar gurauan dan main-main belaka.

Have a nice day, kids!