Kamis, 23 September 2010

Si felis catus

Seekor kucing berbulu hitam putih menyelinap perlahan diantara kaki para pengunjung kantin bakso di belakang kampus. Seperti kebanyakan kucing lain yang membenci air, dalam artian: hujan, mereka mencari tempat hangat dan nyaman untuk berteduh. Kucing yang satu ini memutuskan untuk tidur siang di bawah meja kantin, meja yang berada tepat disebelahku. Kusantap makan siangku dengan pandangan tak mampu lepas dari si kucing.

Sejak dulu aku selalu menyukai makhluk bermata tajam bernama kucing ini, kalau tidak dibilang fanatik. Kucing selalu membuatku terpesona. Lebih kearah perasaan kagum daripada gemas. Aku menyukainya bukan saja karena mereka pandai bersikap manis dan berbulu lembut. Makhluk yang tersebar diseluruh penjuru dunia ini memiliki aura kemandirian dan kepandaian. Kucing adalah makhluk yang pandai, meskipun kau mungkin lebih setuju lumba-lumba atau simpanse adalah mamalia terpandai dimuka bumi. Mata mereka yang tajam seakan mengisyaratkan perasaan mereka sebagai makhluk yang terbuang dan terlantar, tapi mereka tetap berjuang hidup. Ini lucu betul memang, tapi aku sangat menyukai sorot mata kucing.

Daripada imej sebagai hewan pencuri (seperti istilah 'cat burglar'), kucing adalah makhluk yang kalem. Jika anjing memiliki rasa kesetiaan dengan tuannya, kucing yang bahkan kucing-peliharaan sekalipun, tetap merupakan makhluk mandiri. Sebagai pemburu yang ulung, ia mengandalkan penciuman yang tajam serta gerakan yang cepat. Anjing mungkin ditakdirikan sebagai sahabat terbaik umat manusia, kucing diciptakan untuk dirinya sendiri, bukan untuk mengabdi pada siapapun. Singkatnya, dia bukan makhluk terikat.

Dan itulah alasanku menyukainya, lebih dari para anjing.

Lagipula, yang bikin aku heran dengan kesinisan manusia pada kucing adalah, terkadang kucing dianggap makhluk penyebar penyakit dan pencuri. Sebenarnya mungkin "iya", tapi lagi-lagi itu tergantung pandangan kita masing-masing. Kucing bagaimanapun juga 'mencuri' ikan diatas meja makan untuk hidup. Apa yang salah dengan itu? Toh, kita hidup di bumi berdampingan dengan makhluk hidup lain yang juga berjuang mempertahankan hidup. Kalau semua orang menghayati prinsip toleransi antar sesama makhluk hidup, niscaya kita tidak akan tega berbuat semena-mena dengan makhluk hidup lain.
Aku ceramah begini jadinya, hahahahaha..

Yah, pokoknya...
kembali ke kucing belang hitam putih yang pertama kali aku bicarakan, dia masih tidur disana. Baru saja terlelap setelah letih mengawasi kalau-kalau ada kaki manusia yang mengusirnya. Ia tertidur disana, aman dan hangat. Aku senang melihatnya. Maksudku, itu bagus sekali.. melihat sang kucing yang malang dan terlantar paling tidak bisa tidur siang dengan enak. Yap, sebelum seseorang datang dan memukul sang kucing, mengusirnya dengan satu tendangan hingga membuat si kucing tersentak. Aku sendiri juga terkejut bercampur gusar. Seseorang tak punya hati merusak tidur siang si kucing dan memukulnya. Seakan belum cukup untuk membuat si kucing terkejut, ia juga menyakitinya. Aku tidak tahu apa yang dirasakan si kucing tentang sikap manusia sombong tadi, kecuali perasaanku sendiri yang terasa sakit. Aku tiba-tiba teringat akan seekor anak kambing yang kakinya terserempet motor seseorang di tengah jalan raya ketika aku mudik kemarin. Masih teringat di kepalaku erangan anak kambing yang menyayat hati itu.

Meskipun tak bisa dibandingkan dengan kejadian anak kambing tersebut, kucing tadi tetaplah meyedihkan buatku. Sang kucing bangun dan pergi perlahan dengan tenang. Tanpa protes. Lagi-lagi dengan matanya yang sayu. Ia menghilang di luar pintu kantin. Mood-ku untuk makan hampir hilang.
Aku jadi berpikir, berapa banyak, detik ini, makhluk hidup diluar sana yang mengalami penyiksaan lebih parah? Mengapa manusia begitu angkuh dan merasa bumi tersedia untuk melayani kehidupan dirinya saja? Sehingga saking pelitnya, tak ada tanah tersisa untuk si kucing tidur dan berteduh. Si kucing tidak buang air,tidak mencuri makanan, tidak mengganggu siapapun, for God's sake!
Lalu aku sadar, bisa jadi hanya aku seorang di dunia ini yang berpikir seperti ini.

Kamis, 02 September 2010

Masalah, masalah, masalah...

Yang namanya hidup memang gudang masalah.

Yap, bukannya mau mengeluh. Ane hanya mau berusaha melatih mental. Masalah makin banyak dan tantangan makin berat. Tuntutan dari orang sekitar makin besar pula, terutama dari orang tua. Kita semua ingin semuanya berjalan lancar, mulus, dan menyenangkan. Tapi hidup bukannya naik Ferrari di jalan tol pas lagi sepi. Bukan juga mendaki gunungdengan kereta ski. Hidup = masalah.
Tapi ane mencoba terus untuk tidak memikirkan hal itu.

Sesungguhnya gak ada masalah dengan itu semua! Yeah, kalau normalnya hidup = masalah, kenapa musti dipusingkan lagi? Sama seperti, kalau mati adalah bagian dari kehidupan yang alami, kenapa masih banyak orang maksa mau cepetan mati? Bicara soal hidup dan mati, memang agak rumit dan mendalam. Tapi daripada ane ceramah soal itu, lebih enak jalani saja yang ada sekarang dan biarkan Allah SWT yang menilai. Seandainya, kids.. masalah datang pada kalian dan kalian merasa down, itu wajar! Kita ini bukan makhluk kuat, tapi kita juga tidak lemah. Mari kita berpikir jika masalah tertentu datang : Well, ini memang bagian dari hidup, kan? Inilah kenyataan, kawan. Dan ini bukan masalah besar, semuanya akan baik-baik saja. Semua sudah digariskan. Allah SWT selalu bersama kita dan tidak pernah meninggalkan kita barang sedetikpun.

"This is just a part of life! That's not in white lines! That's not a big deal!"---Noel Gallagher (sedikit kutipan)

Bersyukurlah atas semua masa-masa sulit yang kita jalani, karena dengan demikian kita makin dewasa. Jangan mengeluh apalagi mengutuk. Lakukan sesuatu yang kongkrit, karena kalau cuma berdoa, masalah tidak akan kunjung selesai. Tapi jangan lupa untuk memberi diri sendiri kebahagiaan. Kita semua berhak untuk bahagia! Iya, kan?

Have a wonderful life, kids!

Dan satu lagi mimpi yang akan ane capai: pergi ke Utara dan melihat aurora!

Rabu, 01 September 2010

Kanon Iguchi


Mungkin diantara kalian ada yang seneng baca-baca cerita horor? Entah itu komik atawa novel? Kayak Bram Stoker atawa Stephen King? Gosh, ane suka banget baca genre beginian. Baca cerita horor itu menyenangkan karena apa coba? Karena kita sadar sedang ditakuti-takutin! Sayangnya, sampai sekarang, gak ada horor yang berhasil bikin gw takut. Serius. Mau film kek, novel kek, komik kek. Kek kekekekkek.. (gaje mode ON). Yah, pokoknya gak ada setan yang mampu bikin ane bertekuku lutut atau selimutan dalem-dalem di kasur. No way!

Tapi ane tetap seneng baca yang horor-horor.

Dan ane ingatkan disini bukan horor kayak film-film horor kacangan ala Indonesia atau Thailand. Tapi horor kayak... hm.. ala Stephen King? Terutama yang tidak melibatkan hal-hal supranatural. Bisa dibilang seneng horor psikologis gitu <---ada gak sih genre ini? Contohnya, ada beberapa karya Stephen King yang kayak gitu : "The Shining", "Quitters Inc.", atau yang agak aneh kayak "Night Shift" dan "The Mongrel". Asli aneh ceritanya! Baca sendiri... kalau berani.

Mungkin kebiasaan buruk ini dipicu oleh kesukaan baca-baca novel "Goosebumps" sama "Cerita Hantu di Sekolah" (yap, bukan "Kisah Kasih di Sekolah", tapi cerita hantu alias Gakko No Kaidan, ada yang baca?).

Sementara mangaka yang gw suka selain Reiko Shimizu, tentu saja mangaka horor yang sempat terkenal komik-komiknya di Indo tahun 90'an... Kanon Iguchi-sensei!!
Judul-judul yang diterbitin di Elex Media ada ini nih :
  • Run
  • Tolong!
  • Aku Takut
  • Lukisan Merah
  • Peramal
  • Berita Hari Ini

Meskipun gak tahu kenapa komik-komik beliau ini udah gak keliatan lagi satupun di toko buku besar manapun. Sepertinya dia hiatus atau Elkom sengaja gak mau terbitin lagi. Apapun itu beneran PAYAH! Buat ane yang seneng horor-hororan (gw kok jadi orang horor banget, sih?), gw selalu menunggu karya dia itu. Pertama kalinya baca pas waktu SD yang judulnya "Lukisan Merah" (ada yang inget?), tentang siswa SMA yang mengecat merah rambutnya kemudian kecelakaan lalu lintas sampai dia mati itu lhoo... Hm, tidak ada yang tahu. Ya sudah. Kalau kalian sempat nemu salah satu karyanya di toko buku bekas yang secondhand, cobalah buat baca. It's really good! Yah, walaupun gambarnya gak seheboh gambar komik kayak Vagabond atau 20th Century Boys atau ceritanya gak fantastis (lebay) kayak Code Geass atau Kuroshitsuji, tapi sumpah, kalau nt pada bete sama omong kosong atau cerita komik yang super lebay, komik-komik Kanon Iguchi jadi alternatif (hiks, sayangnya cuma segitu doank judul yang terbit di Indo! Indo siaalll!). Soalnya komik-komik si Iguchi sensei ini bisa dibilang realistis. Konfliknya mungkin saja terjadi di sekitar kita. Sama sekali gak melibatkan roh-roh, makhluk halus, atau monster sialan. Biasanya ceritanya terasa simpel di awal-awal, tapi endingnya itu lho, nge-twist banget! Inget banget pas baca yang judulnya Senin Abadi. Tentang seorang cewe yang mencari cowo yang dia sukain pas SD (beuuh), setelah menyatakan perasaannya ke si cowok capek-capek, eh malah dikasi tau sama komiknya bahwa hari itu ada komet (atau meteor) yang akan jatuh dari langit dan tak ada yang bisa mencegah itu. Ending apaan itu. Tapi sedih!! Sedihh..! (lebay)

Ceritanya kebanyakan seputar kehidupan anak SMA dan segala masalah kehidupan mereka. Hubungan buruk ke orang dewasa dan para guru dan sebagainya. Mengenai gambar.. tidak terlalu istimewa, tapi gak jelek! Malahan agak memiliki semacam karisma lho. Kayak gambar si Reiko Shimizu itu. Bukan kayak CLAMP sialan itu juga. Yah, pokoknya kalau kalian cari cerita cinta remaja di komik Iguchi sensei, berarti kalian nyapek-nyapekkin diri aja, karena hal cheesy begituan gak ada. Nt bakalan disuguhin cerita yang singkat-singkat, aneh, dan sering juga nih : menyentuh. Bener-bener bizarre!

Yang masih mengganggu pikiran ane (cielah!), adalah apakah nih orang bernama Kanon Iguchi masih hidup atau udah mati? Kalau iya hidup, kok ane cari di Google namanya malah gak ketemu?? Hmm, kesel ane. Mana kalau ke Gramed sekarang bete harga komik udah melambung tinggi seperti balon helium, udah gitu pas dibaca ceritanya? Halah, pengen ane bakar aja sekalian (tapi gak jadi, sayang duitnya)!! Mendingan komik jadul, udah murah, ceritanya gak neko-neko, eh... tapi ada juga sih yang lebay kayak Candy-Candy dsb. Mana ada sekarang komik thriller yang plotnya cerdas kayak Kanon Iguchi? Gak ada! Wuah, bete! Dimana gerangan dikau Iguchi sensei?! Bosen nih bacanya novel sok psikopat atau novel ninja-ninjaan. Enek mampuss... emang yang namanya komik bagus jarang diterbitin disini. Nyari komik-komik karya Sakura Tsukuba aja susah. Eh, ada yang tahu dia gak? Tahulah pasti.

Jadilah saya sering nongkrong di toko buku bekas. Karena murah, barangnya langka, dan penjaga tokonya ganteng lagi. Haha.
Ya sudah, capek juga ngetik. Habis ini mau nonton film aneh yang judulnya "Elegy". Itu lho yang tentang dosen tua bangka (Ben Kingsley) yang naksir sama mahasiswa Kuba-nya yang seksi (Penelope Cruz)...


Have a nice day, kids! Always read the good books!

Selasa, 31 Agustus 2010

No Regrets! (Oasis Tribute)

Oasis bubar tahun lalu, Agustus 2009. Dan ane jadi penggemar berat dadakan bulan Juni yang panas tahun 2010. Sungguh ironi..........!!
Ironi karena ada beberapa penyesalan disini. Ane gak akan mendengar lagu baru mereka, gak akan nonton konser mereka (kecuali kalau mereka mengadakan konser reuni), sedih karena masa-masa mereka lagi jaya dan jadi headline di media sudah l.e.w.a.t. Semuanya sudah LEWAT. Grrr..
Kenapa ane tiba-tiba ane nge-post tentang Oasis? Karena bulan Agustus kemarin adalah bertepatan setahun mereka bubar. Ane nge-post ini awal September, soalnya moodnya baru muncul bulan ini. Dasar, moody.

Kalau dipikir, ane menyukai mereka bukan karena mereka adalah band terbesar di era Britpop Movement (90's), atau karena mereka suka berkoar : "we're the best band in the world!", atau karena mereka menjual album What's the Story Morning Glory lebih laris daripada album Revolver-nya Beatles. No.

Mereka punya semangat tertentu. Semangat, passion, spirit. Dan itu semua adalah definisi musik buat ane.

Setiap orang punya seleranya masing-masing. Kau berjoget mendengar lagu Telephone-nya Beyonce? Ane nggak. Kau ikut bernyanyi mendengar lagu-lagu Owl City? Mungkin aku ya, kebanyakan tidak. Ikut mengetuk-ngetukkan meja mendengar lagu "Lollipop"-nya Mika? Aku tidak. Tidak masalah, sebab membicarakan musik berarti bicara secara subjektif.

Oasis adalah band yang punya tiga hal penting sebagai rock'n'roll band : lagu, sikap, dan ciri khas. Meskipun Sir Paul McCartney pernah bilang : "mereka cuma band yang menyanyikan lagu-lagu anak muda, mereka akan hilang dengan sendirinya", tapi ane gak setuju. Tentu saja semua fans juga begitu. Band yang dimotori Gallagher bersaudara, dengan sifat mereka yang bagai minyak dan air ini, mampu bertahan melawan tes waktu. Sebuah polling yang diadakan di misformusic.com membuktikan bahwa mereka adalah band paling berpengaruh di era 90'an, dan berbagai polling lainnya. Tapi bahkan lagi-lagi bukan itu yang terpenting. Semua orang tahu lebih dari 200 juta orang menonton video klip Lady Gaga, "Bad Romance", tapi apa semua orang menonton karena menyukainya? Silakan baca komentar-komentar di Youtube kalau tidak percaya. Oh, no offense!

Noel pernah bilang dalam sebuah film dokumenter tahun 2000. "You can put your life in this band, which won't throw it all away", dia melanggarnya. Noel sendiri yang menyatakan mundur dari Oasis. Bukan sekali ini dia mengecewakan para fans. Meskipun ane merasa, sepertinya sih dia tidak peduli apa yang akan dikatakan orang tentang bubarnya band. Ya, tak pernah kudengar sekalipun dari mulut Noel maupun Liam kata-kata penyesalan atau maaf (kecuali ketika insiden Noel mendoakan Damon Albarn "Blur" supaya kena AIDS dan mati. Itu saja yang kutahu.) Itulah yang membuatku menyukai mereka. Tak ada penyesalan. Apa yang sudah menjadi statement, tidak boleh ditarik lagi. Tidak boleh merasa malu atau ragu. Itulah Gallagher bersaudara, itulah spirit dari band ini. That's why they got the best fans in the world. Loyal fans.

Mengingat kembali masa kejayaan mereka. Yang kini mungkin cuma tercetak saja di koran-koran usang dan semakin dimakan waktu. Para penggemar yang dahulu sekumpulan remaja-remaja keras kepala penggertak dunia dengan rock and roll, sekarang semakin bertambah umur. Semakin dewasa, bisa dikatakan begitu. Noel dan Liam Gallagher pernah berada di puncak gunung dan melihat banyak hal, tapi yang namanya hidup itu berputar. Dan tak ada Oasis yang sama lagi. Seperti halnya (kemungkinan) tak ada band seperti mereka lagi. Musik dengan passion, attitude, and spirit. Para fans tahu hal itu dengan baik, dan mereka semakin dewasa pula. Semakin menerima kenyataan.

Tapi ane sendiri bersyukur. Ane bersyukur ane mengenal mereka. Menyukai musik mereka. Jadi fans mereka. Yang namanya "fans" itu bukan sekadar orang gila yang suka mengumpulkan kaos, stiker, atau membuat tattoo idola mereka di punggung. Fans adalah orang yang menyukai sesuatu dengan passion dan menjadikan beberapa hal sebagai standar mereka. Bukannya sok-sokan bikin standar hidup atas nama band rock'n'roll, tapi setidaknya mampu menarik pelajaran yang baik.Pernah begitu?

Ngomong-ngomong soal "baik", ane merasa postingan tribut untuk band kesukaan ane ini jauh dari kata "baik". Hahaha. Biarlah tangan ini mengetik apa yang dia suka. Ane tinggal mengikuti.

Thank you for the good times. Sebagai salah satu fans dari jutaan lainnya, ini cuma mewakilkan sedikit atas penghargaan kita pada Oasis dan Gallagher bersaudara. Mereka dengan sikap dan ambisi selangit, semangat, dan kejujuran mereka mampu memotivasi banyak orang (meskipun mereka tidak pernah bilang mereka bermaksud memotivasi siapapun, hanya ingin bermusik, tidak lebih). Semua lagu yang terlahir dari otak Noel, semua lirik utopia nan jujur yang akhirnya dinyanyikan dengan penuh kebanggan oleh vokal Liam itu akan jadi bagian dari suatu masa dalam hidup ane. Dimana masa yang masih labil dan penuh keraguan itu, menjadi tercerahkan oleh "Live Forever", "Listen Up", "I Hope I Think I Know", "The Masterplan", "Revolution Song", "Gas Panic" mereka. Semua itu bukanlah sebuah motivasi, lebih tepat dikatakan "berbagi pengalaman", karena mereka berbicara atas keinginan dan pengalaman hidup yang keras dari masing-masing. Noel dan Liam Gallagher. Andaikan ada mereka disini, bukannya ingin meminta tanda tangan mereka di secarik kertas atau kaus, karena bagaimanapun tanda tangan, ya tanda tangan, tak lebih dari sekadar coretan tangan. Yang mungkin ane lakukan adalah menjabat tangan mereka dan bilang : "Thank you for the good times, thank you for sharing those tunes that maybe didn'tchange anything, but leave some hopes to me. A hope that a better day always come to us!".

Inspirasi? Bukan. Cuma pengingat bahwa manusia itu sejak awal adalah makhluk yang kuat.

Have a nice day, kids!

Sabtu, 28 Agustus 2010

Soal Cowok dll.

Pernah nggak ditanya soal makna 'kebebasan' dan lain-lain?
Ane sering bicara hal-hal yang berat. Kau tahulah, hal-hal serius macam : apa arti hidup buatmu? Kenapa ya, manusia gak pernah puas? Apa yang terjadi nanti setelah mati? Dan lainnya yang biasa diobrolin di kampus. Meskipun entah kenapa beberapa orang agak senang membicarakannya denganku, mungkin dipikirnya aku ini anak yang serius dan punya pikiran agak mendalam dibanding yang lain. Aku tidak tahu.

Tapi yang pasti aku bukannya tidak senang ngomongin itu, hal-hal menyesakkan hati seperti itu kadang justru enjoy juga. Aku ini bukannya sok filosofis atau apa. Mungkin karena aku memang terlalu melihat sesuatu dengan serius yang bahkan juga diiringi rasa cemas dan takut. Susah menjelaskannya.

Tapi hal yang paling tidak ahli kubicarakan adalah tentang cinta. Kau tahu, cinta... cinta pada lawan jenis. Mungkin itulah sebabnya setahu yang aku lihat, hampir tak ada yang berbicara soal "cowoknya" atau "ceweknya" denganku. Curhat soal pasangan mereka dan sebagainya. Mungkin itu juga sebabnya kebanyakan teman dekat sekitarku adalah jomblowan/jomblowati. Serius. Rata-rata temanku yang punya pacar, mereka seakan punya base camp sendiri-sendiri. Lucunya, seandainya ada pasangan yang baru jadian, sementara anak sekelas tahu kejadiannya, biasanya cuma aku sendiri yang tidak tahu. Tak ada orang yang memberi tahuku. Dan aku juga tak pernah menanyakan begituan. Atau akunya yang kurang peka? Pokoknya barulah sebulan dua bulan aku tahu. Soal begituan memang tidak penting untuk diketahui, sih. Aku cuma terkejut dan agak bingung, jangan-jangan aku punya semacam sexual disorder atau apa? Aku ini tidak tertarik pada satupun makhluk lawan jenis dalam hidupku. Kecuali, yah... artis-artis itu.

Sebenarnya soal jatuh cinta (akh, akhirnya kuketik juga 'kan..), teman-teman juga banyak yang merasakan hal yang sama. Umumnya bukan karena gak berminat. Mungkin karena belum ketemu yang cocok.

Yang bikin aku heran lagi, nih... aku paling benci, beneran benci plus risih, kalau ada cowok yang coba-coba memberi perhatian khusus padaku. Aku sih bisa saja pasang tampang suka, tapi perasaan sebenarnya berlawanan. Gak sekali dua kali ane dikasih barang sama cowok, jujur saja. Tapi tiap kali ingat, yang terbersit dalam pikiran adalah : sial, gw serasa ngutang sama cowok. Aku memang tidak senang kalau dibaik-baikkin sama mereka. Serasa palsu, begitu. Agak munafik.
Apalagi kalau misalnya ada yang begini :

"Eh, tonton ya film ini! Bagus banget, nyesel gak nonton!"

Terus si cowok bilang : "Hm, ane gak suka nonton sih... Tapi asal nt seneng, ane coba tonton deh"

what the fook..

Jadinya ane menilai kebanyakan yang namanya orang kalau sudah naksir orang lain, pasti akan melakukan sesuatu demi kesenangan orang yang bikin dia naksir (aduh, jelek banget sih bahasanya). Sepeti kasus tadi. Maksudnya, aku akan jauuuhhh lebih menghargai kalau dia mau menonton karena dia memang kepingin, Bukan demi kepuasanku. Biasanya kalau sudah begitu ane balas saja : "Gak usah, gak usah nonton juga gak apa-apa,". Begitu saja. Tapi dia akhirnya tetap maksa nonton. dan bodohnya lagi, gak ngerti maksud filmnya. Halah. What a prick.

Yang namanya cowok memang tertarik cuma sama hal-hal bodoh kayak motoGP atau lagu-lagu rock gak jelas. Jarang aku kenal cowok yang bisa diajak bicara soal film, buku, ataupun musik. Mereka bahkan masih tertukar membedakan antara 'minat' dan 'keahlian'. Bukannya sok pintar. Tapi biasanya cowok yang aku ajak bicara orangnya agak-agak dungu sampai-sampai tidak tahu siapa itu John Lennon atau Hunter S. Thompson. Selera orang memang beda. Tapi bosan juga rasanya kalau bicara soal begituan, mereka cuma manggut-manggut sambil "oohh" dan "hmmm", jelas betul bingung mau merespon apa. Mungkin itulah kenapa aku sangat suka pada cowok pintar. Tapi bukan asal pintar. Cowok-cowok di kelasku banyak yang pintar. Tapi, entahlah.. tak ada yang sedikit luwes, berwawasan, ataupun agak berontak sedikit. Semuanya anak baik yang bikin bosan.

Aku ini orangnya memang bodoh, jadi aku lumayan senang kalau bertemu dengan mereka yang lebih pintar. Mereka selalu bikin kagum. Pintarnya bukan sok tahu. Pintarnya itu juga bukannya jenius seperti Einstein atau Bohr, tapi yang tahu apa yang kumaksud dan apa yang sebenarnya terjadi. Bicara apa aku ini. Aku memang agak bodoh soal beginian. Soal menentukan cowok macam apa yang menarik. Saat ini yang menarik buatku yah, cuma cowok yang bisa main gitar sambil mengarang lagu seperti Johnny Cash, James Taylor, hingga Noel Gallagher. Mereka kelihatan luar biasa dan membuatku iri. Iri pada istri-istrinya. Hahaha.

Sudahlah, nanti kalau kulanjutkan malah bikin kau muntah. Aku sendiri agak mual-mual dari pagi.


Have a nice day, kids!

Jumat, 27 Agustus 2010

Crack!

Hari ini seharian aku memang kacau.
Aku bercerita sedikit kepada temanku yang sedang belajar di Perancis. Kebanyakan dia bilang aku sebenarnya normal saja, tak ada yang salah dengan sikap dan keadaan mentalku. Kupikir ada benarnya juga dia, sebab kalau aku sudah gila, aku bahkan pasti sudah lupa caranya menulis blog.
Begitulah, meskipun aku agak merasa kacau, tapi kenyataannya semua baik-baik saja. Tidak ada yang meninggal, orangtuaku masih rukun, imanku masih lumayan, aku sendiri tidak terserang penyakit. Untuk ini aku ingin bersyukur pada Allah SWT. Alhamdulillah.
Tapi tahu tidak, baru semenit yang lalu aku mendapat suatu gagasan. Aku mendengar ada sekitar tiga orang yang tinggal 3 blok dari blok rumahku, mereka terjangkit DBD. Demam Berdarah Dengue. Mereka semua diopname karena itu, akibatnya orang-orang sekitar jadi paranoid dan mereka berencana untuk melakukan fogging (penyemprotan, kawan, kalau kau tidak tahu).
Mendengar itu, justru aku merasa kesal. Kupikir, kenapa tidak biarkan saja nyamuk-nyamuk itu hidup dan menggigitku? Saat ini aku sedang mencari cara bagaimana caranya supaya aku tinggal barang tiga hari diluar rumah ini. Meskipun itu harus rumah sakit. Maksudku mungkin enak juga kalau harus menginap disana sebentar. Kau tahulah kalau seseorang diopname karena sakit, meskipun sekadar tifus, mereka akan diperhatikan, dijenguk dan segala macam. Dan mereka dapat suasana baru, for God's sake! Aku benar-benar lagi kepingin, nih. Bodoh juga sih kedengarannya, tapi aku gak minta penyakit apapun selain itu. Itu kan tidak parah-parah amat. Sedanglah.

Kan? Sudah kubilang aku ini memang sinting. Aku bahkan berpikir kayaknya kalaupun lusa itu kiamat ya silakan. Bagus. Gagasan ini langsung terpikir begitu saja saat semalam ayahku memintaku untuk meraih gelar profesor. Profesor bidang sejarah Islam. Tapi aku kira bukankah itu gelar kehormatan atas kontribusi kita untuk sesuatu? Sedangkan aku benar-benar tidak terpikir untuk berkontribusi untuk itu. Sungguh. Apakah itu masalah. Masalahnya kalau ayahku sudah meminta itu artinya ia ingin aku melaksanakannya. Faktanya, ia tidak pernah meminta. Ia selalu menyuruh.

Dari awal aku memang berniat curhat di blog.

By the way, kids, adikku yang terakhir, si Vira---yang cantik itu---dia ikut perlombaan semacam fashion show tapi dengan busana muslimah. Lumayan juga dia. Dia memang suka bersolek. Tapi bukan bersolek norak. Jelasnya dia itu berlawanan denganku, yang tidak pernah memanjangkan rambut lebih dari leher (kecuali sekali waktu TK). Jadi waktu dia sedang mematut-matut diri di depan kaca sambil menguncir ekor kuda rambutnya, aku berkomentar :

"Terus saja dikuncir, nt bagusan dikuncir daripada digerai,"

Dia agak ge-er juga aku puji, "Masa? Bukannya bagusan digerai??". Dia masih sok ragu dengan pujianku padahal jelas betul dia senang dipuji dengan penampilan barunya.

"Iya bagusan dikuncir.."

"Tapi rambut aku 'kan shaggy, jadi agak berantakan kalo dikuncir...", rambutnya memang rada mencuat kemana-mana sewaktu dikuncir. Tapi aku bilang saja ;

"Nggak, keren kali. Kayak Kenshin Himura,"

Dia keliatan bingung, dia bertanya siapa itu Kenshin? Aku jawab saja; 'pokoknya dia cantik'. Ia setuju dan tampak puas. Lalu melenggang pergi ke masjid dengan kuncirnya itu.

NB : agak ngantuk hari ini, sesorean tadi cuma chat sama temen. Beneran gak berguna hidup ane. Besok ada kejadian apalagi nih selain dapet pulsa 50.000.

Kenshin Himura

Senin, 23 Agustus 2010

Remembering River Phoenix, 40th by Yesterday...

Perhatian sebelum membaca, ane bukan penggemar River Phoenix yang fanatik. Ane penggemar film, dan ane menyukai anak ini lebih dari sekadar aktor yang sangat baik. Kau bisa bilang cewek-cewek penggila Justin Bieber itu penggemar fanatik, tapi itu tidak berlaku di kasusku. Terima kasih banyak.


River Jude Phoenix atau lebih dikenal dengan River Phoenix. Seorang aktor Hollywood yang sangat terkenal di era akhir dekade 80'an. Seorang aktivis lingkungan yang banyak berkomitmen untuk melindungi satwa liar dan perusakan hutan, seorang vegetarian pecinta damai, dan seorang kakak tertua dari 5 bersaudara keluarga Phoenix. Ia lahir di tanggal yang sama dengan hari kemarin, 23 Agustus 1970 (tahun ketika Beatles, band kesukaannya, bubar). Meninggal 31 Oktober 1993, ambruk di depan klub malam ternama di Hollywood karena overdosis narkoba.

You have no idea who was this man.

Ketika seseorang berpikir dengan sedih John Lennon ditembak mati, ketika Michael Jackson wafat karena overdosis obat, ketika Mahatma Gandhi tertembak ditengah kerumunan pengikutnya, ketika John F. Kennedy tewas ditembak... (entah kenapa penyebab yang kusebutkan karena tertembak semua), kita berpikir alangkah sayangnya. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang berpengaruh dibidang masing-masing.. Tapi perbedaannya adalah.. mereka meninggal bukan diusia muda.

River Phoenix meninggal diusia 23 tahun. Meninggalkan kenangan mendalam yang menyakitkan bagi orang-orang terdekatnya. Media mengumumkan cara kematiannya yang kontradiktif dengan imejnya selama ini yang bersih besar-besaran. Teman-teman dan keluarganya, yang lebih mengenalnya, memilih untuk tutup mulut tentang apa yang sebenarnya terjadi dan mengenangnya dengan cara yang luar biasa baik. Begitu pula aku. Tapi bahkan semua itu belum cukup untuk menyingkap gerhana gelap kematiannya yang menutupi cara hidupnya, sifat baiknya, ideologi, dan kepercayaannya tentang perdamaian.

Selagi kau berpikir, mungkin aku terdengar sok tahu tentang River Phoenix, aku sudah menonton hampir semua filmnya, dimana aktingnya luar biasa bagus (dia mendapat nominasi Oscar ketika usia 17 tahun dari film Running On Empty), membaca artikel baik dari fan sitenya di internet maupun sekadar essay yang dikarang jurnalis dari Guardian, TIME, Spin, Elle, Mademoiselle, Sky, dan lain-lain, menonton beberapa video tribut dan lagu ciptaan beberapa musisi khusus tentang River Phoenix, dan lain-lain. That was quite enjoyment but yes, that's sad. It always does. 

Ia adalah orang yang menarik. Sepanjang pengetahuanku, berdasarkan apa yang kusimpulkan dari film dokumenter, buku, lagu ciptaannya, dan esai yang ia tulis sendiri di majalah remaja. River Phoenix bukan orang sekadar numpang lewat di Hollywood. Banyak orang berkata ia memiliki bakat hebat seperti James Dean, si aktor The Young and The Restless yang melegenda itu. Sampai sekarang sering bakatnya disandingkan dengan kualitas akting Leonardo DiCaprio, Johnny Depp (aku kurang setuju, Depp adalah karakter yang berbeda), Brad Pitt, dan Christian Bale. Ia memang berada di daftar aktor-aktor kelas A. Aku yakin seandainya ia masih hidup, mungkin ia sudah mengantongi piala Oscar dua atau tiga. Kau boleh membenarkan ucapanku tadi dengan menonton filmnya seperti Stand By Me, My Own Private Idaho, atau film seperti Dogfight dan Running On Empty.

Ia memiliki segalanya, ketampanan yang mampu membuat siapapun terkesan, tak hanya sekadar ketampanan, tapi juga karisma. Mirip seperti karisma Leonardo DiCaprio namun lebih santai dan pemalu. Kaya, terkenal, berbakat, dan dicintai keluarga. Kau tidak punya gagasan mengapa hidupnya berakhir demikian tragis. Sebuah ironi yang menambah daftar panjang kematian tragis orang-orang terkenal. Ingat Kurt Cobain?

Tapi ia lebih dari sekadar boneka pajangan produk Hollywood. Ia adalah seorang pria muda dengan impian dan ideologi. Ia percaya bahwa salah satu cara menggapai perdamaian dunia adalah dengan tidak membunuh makhluk hidup, meski untuk makan. Itulah mengapa ia memilih untuk jadi vegetarian, meskipun terpengaruh oleh cara keluarganya. Ia bahkan memanfaatkan bakat musikalnya untuk mengadakan konser amal untuk organisasi pelindung hewan seperti PETA, Greenpeace, dan lain-lain. Membeli 300 ekar tanah di Venezuela hanya untuk melindunginya agar tidak ditebang. Ia berbuat tanpa lelah, tidak hanya berideologi.
Hal yang jarang apalagi untuk ukuran selebriti Hollywood.

Dengan segudang misi dan pencapaian, dunia terbuka lebar untuknya. Namun ternyata itu semua tak mampu menyelamatkannya dari kehidupan gelap di klub-klub malam. Sesuatu dalam dirinya, bentuk dari frustasi mendalam dengan tekanan hidup, mendorongnya masuk kedalam jurang narkotika dan alkohol. Sesuatu yang sepertinya berat dihadapi orang perasa sepertinya. Ya, River Phoenix adalah orang yang sangat perasa.

Jika kau perhatikan setiap foto dirinya, tak akan kau temukan semacam kebanggaan dan kebahagiaan. Ia selalu tampak murung. Ini terkadang membuatku berpikir; apa yang mengganggu pikirannya. Semua orang tahu ia adalah orang yang bersemangat, passionate, dan pekerja keras. Tapi mereka juga tahu, pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia tidak pernah bahagia. Apakah ia menyesal? Apa yang dia sesalkan?

River, sungai. Phoenix, burung lambang keabadian. Nama tengahnya, Jude, diambil dari lagu Beatles yang terkenal; "Hey, Jude". Beberapa orang berkomentar mengenai namanya yang tidak biasa: nama yang sangat hippie. Keluarganya memang mantan hippie Amerika tahun 60'an. Lahir dilingkungan seperti itu, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain dengan trailernya, sebagaimana umumnya keluarga hippie waktu itu, lalu tidak memakan daging, dan bermain musik menyuarakan perdamaian dunia demi mendapat uang untuk makan. Kira-kira demikianlah gambaran sekilas tentang masa kecilnya yang tak biasa. Semuanya berpengaruh membentuk kepribadiannya yang halus dan walaupun tidak mengecap pendidikan formal, tetap membuatnya berwatak santun dan terhormat. Itulah River Phoenix yang dikenal sebagian sedikit orang.
Untuk melihat foto-fotonya kau bisa lihat disini : http://ellensplayground.com/myriverphoenixcollection/gallery.html

Berpose dengan anjing di iklan kampanye perlindungan satwa

River Phoenix adalah seseorang dengan karakter yang membuatku senang mempelajari sesuatu darinya. Ia bukan sekadar 'seseorang' dari industri hiburan. Bahkan ia mampu mempengaruhi banyak fansnya dengan positif. Justru mereka bercerita banyak, bahwa mereka terpengaruh gagasan penyayang hewan dan pecinta lingkungan seperti River. Bukannya justru menjadi junkie. Itulah anehnya, bagaimana, meskipun kita tahu 23 tahun adalah usia yang kelewat muda, dan kematiannya begitu ceroboh, ia tetap dikenang dengan sangat baik oleh orang-orang yang memberanikan diri mengenalnya. Ia ramah, baik, dan berbakat. Apalagi yang bisa kujelaskan? Kalian bisa simpulkan orang macam apa dia di website khusus http://www.river-phoenix.org/.
Tapi aku tidak bisa cerita banyak, maybe i'm too sad and lazy to write, frankly.
Berikut ini kutampilkan kutipan kata-kata dari berbagai sumber tentang dia :

"One thing I would like to do when I have the money is buy thousands of acres in the Brazilian rain forest and make a national park, so no one can bulldoze it to put a MacDonald's there."---River Phoenix.

"There's the optimistic side of me, too, which believes that we live in an incredible time and that if we all came together on the important issues and stand up for our rights, as Bob Marley said, we could really accomplish a lot. In my mind, I have all these utopias and fantasies, but I believe they can work, I really do."---River Phoenix.

As I watched River do his work, I was impressed by his generosity with the other actors. He was never competitive. In dailies, I would often notice that Jadrian Steele, the actor who played River's younger brother, would try to place himself in a prominent position on-screen. River always seemed to hang back to the furthest recesses. But the more he stepped out of frame, the more your eyes were drawn to him.---Raid Rosefelt, wartawan majalah Elle.

He wanted to be a rock musician like Sting. He was talking about changing his name to Rio, a single name, like Sting; he didn't think River Phoenix was an interesting name. I reminded him he could also be like Charo! He responded immediately to the implications.---Nancy Ellison
We went to Tokyo for the premiere of Stand By Me. . . . He would go to the park outside the Imperial Hotel--guys and girls were playing guitars there--and he'd tell them, "Come up, come up to the room." And that room was filled with kids from the park; he would play guitar for them and give them fruit and juice.---Iris Burton, manajer.

My ex-wife and I started to break up, and she had a little six-year-old. River gave him his first bicycle for Christmas, because he thought he needed a little consolation. While the two of us were figuring out what to do with our lives, this 22-year-old, or however old, was thinking about stuff like that--- William Richert, aktor.
He was always giving me advice about every aspect of my life--about girlfriends before I was married and then my marriage. He would take a fatherly attitude toward me. I think he did that with a lot of people---William Richer.
He was a strict vegetarian, a vegan--but it wasn't about health, it was about not killing. . . . That's a real important point. He wanted to be free; he didn't want to be chained to anything. He wasn't scared of anything. He had no fear---Sky Swoski, rekan.

He looked upon me as a kind of father figure. He'd knock at my door and ask if he could come in and sleep. . . . He'd sleep on the couch. I could hear him rehearsing his lines--at 4 in the morning. I said, "Fuckin' go to sleep." He'd be in the bathroom, taking a crap, doing his lines---Richard Harris, aktor.

The last time I heard from him, on the answering machine, he said, "I'm out here in Utah and I'm having kind of a hard time keeping my head above water in this crazy business." . So when he came back to L.A. he was on R and R. And a very pure person got into a situation that was bigger than him---William Richert.

It's just the expectation that you were going to work with him again. I recently thought of an upcoming project: Oh, there's . . . No, there isn't River. It's his uniqueness that is gone. I think it was Billy Wilder who said when Ernst Lubitsch died, "Ach, no more Ernst Lubitsch films." They were just his films. Now it's no more River Phoenix characters---Peter Weir, sutradara.

River never knew when he was going to fall asleep, because he always tried to extend the day much further than a day should be extended. He always felt that he had to fit a lot into the day. At the time when people normally like to sleep, River would like to get up and say, "Here are 25 songs that I wrote since the last time I saw you." He would be playing them and he would kind of fall asleep, and the next morning he would wake up in his clothes, his guitar just out of hand's reach.---Bobby Bukowski.