Kebanyakan dari kita jika mendengar mengenai kaum Indian, suku penghuni asli Amerika, maka yang terbayang adalah sekelompok manusia berkulit coklat kemerahan yang mencoreng wajahnya dengan hiasan bulu di kepala, pandai memanah, dan berkuda.. nomaden dan tinggal di kamp-kamp berbentuk kerucut. Meskipun bayangan itu benar, tapi kita belum terlalu mengenal mereka. Tulisan ini dikutip dari berbagai sumber dan bertujuan bukan hanya memberi sedikit gambaran bagaimana perlakuan para pendatang Amerika terhadap para penghuni asli, tapi juga tentu saja untuk menarik kesimpulan dan pelajaran, semoga bermanfaat.
Trail of Tears adalah salah satu bagian dari sejarah gelap permulaan Amerika Serikat yang jarang dibahas. Pada dasarnya, ketika para kaum pendatang--(disini yang dimaksud adalah para pendatang yang akhirnya mendirikan koloni-koloni yang jadi cikal bakal negara-negara bagian Amerika Serikat) yang kebanyakan berasal dari Inggris--melakukan kontak dengan suku Indian, diantara mereka ada yang bersikap baik namun ada pula yang berlaku kasar. Mereka membutuhkan para Indian untuk mengenalkan ilmu bercocok tanam lalu sebaliknya, menawarkan perjanjian damai kepada mereka seperti yang dilakukan oleh William Penn terhadap suku Indian Delaware. Meskipun demikian tetap saja sifat dasar para kaum pendatang yang rakus dan selalu haus tanah merupakan tantangan serius bagi suku Indian. Selama masa awal koloni-koloni Eropa di Amerika tersebut, baik pendatang maupun pribumi menjalin hubungan yang saling menguntungkan seperti perdagangan dan pendidikan. Telepas dari berbagai perlawanan dari mereka kepada imigran-imigran itu seperti kejadian Perang Pequot (1637) yang dilancarkan Indian untuk mencegah pembangunan pemukiman baru di area sungai Connecticut.
Kebudayaan mereka biasa diidentikan dengan hubungan yang harmonis antara alam dan manusia. Mungkin kalian pernah melihat film Pocahontas? Kira-kira seperti itulah gambaran kebijakan mereka dalam menghormati alam. Mereka memiliki ratusan bahasa yang berbeda antar suku. Mereka juga memiliki kepercayaan alias agama, tapi tentu saja saya tidak berniat membahas terlalu jauh karena saya hanya ingin membahas mengenai Trail of Tears alias Jejak Airmata. Jika berminat lebih jauh, silakan klik ini
TRAIL OF ETERNAL TEARS
Begitulah pada akhirnya kaum pendatang dan Indian hidup berdampingan selama berabad-abad. diwarnai oleh berbagai pergolakan dan konflik, kaum Indian sebenarnya tak pernah menerima kenyataan bahwa suatu saat Amerika yang mereka kenal tak akan sama lagi. Kemajuan disegala bidang, seperti penemuan lokomotif dan pertanian oleh imigran itu menuntut lebih banyak sumber daya. Termasuk tanah.
Persoalan tanah memang tak pernah lekang selesai antara kedua pihak. Akhirnya semua konflik mengenai lahan itu menyulut adanya kebijakan pemerintah federal untuk "memindahkan" para Indian dari kampung halaman mereka. Presiden saat itu, Andrew jackson menyetujui sebuah kebijakan yang disebut dengan Indian Removal Act of 1830.
![]() |
Peta jalur pemindahan Indian tahun 1830-1835. |
Tahun 1831 adalah pemindahan pertama mereka, yaitu suku Indian Choctaw. Pemindahan ini akhirnya menjadi model rangkaian "pemindahan" selanjutnya.
Adalah Hernando DeSoto, seorang penjelajah asal Spanyol, yang pada tahun 1540 mengungkapkan adanya penemuan emas di area Pegunungan Georgia Utara. Sejak itu pencarian emas dan bahan tambang berharga lainnya berlangsung sangat gencar selama berabad-abad. Atas motivasi tersebut pulalah, tahun 1825, dimulai pemindahan para Indian penghuni Georgia, Indian Cherokee. Yang perlu diperhatikan disini adalah, para Indian Cherokee tersebut bukanlah suku nomaden. Mereka telah banyak berasimilasi dengan para imigran Eropa, mulai dari gaya berpakaian, mendirikan gereja dan sekolah, bahasa, dan seterusnya. Sehingga bukanlah hal menyenangkan bagi mereka ketika "pemindahan" besar-besaran itu dilakukan. Saat itu, dimana presiden Andrew Jackson berkuasa, pemindahan yang oleh dinamai oleh Cherokee sendiri Nunna daul Isunyi—“the Trail Where They Cried". Jejak dimana mereka menangis, telah memakan 4.000 korban jiwa, 2.000 dari Cherokee dan 2.000 dari tentara federal yang menyertai rombongan mereka. Mereka dijanjikan tanah di barat Amerika, Oklahoma, yang sekarang menjadi daerah pelestarian budaya Indian, namun semua itu sebenarnya lagi-lagi adalah masalah penemuan emas di daerah tempat Indian Cherokee tinggal. Penyelewengan itu didasari oleh sebuah perjanjian New Echota, yang berujung pada krisis hubungan antara Indian dan koloni Georgia. Presiden Andrew Jackson sendiri sepertinya enggan memanfaatkan kekuasannya untuk membela hak para Indian Cherokee.
PERJALANAN
Musim dingin yang kejam tahun 1838, para Cherokee memulai perjalanan ribuan mil mereka yang dimulai dari Red Clay, Tennessee, ke Oklahoma dengan wagon bersama ternak-ternak mereka. Mereka diberi selimut oleh rumah sakit setempat, namun tidak cukup. Akibatnya tentu saja banyak diantara mereka yang bertelanjang kaki tanpa sepatu ataupun mokasin (sandal khas Indian). Kedinginan dan kelaparan, mereka melanjutkan perjalanan tanpa bisa berhenti untuk singgah di desa-desa. Sebab oleh wabah cacar yang melanda saat itu, para penduduk imigran melarang kedatangan mereka karena takut tertular. Beberapa Cherokee bahkan dibunuh oleh penduduk lokal. Ketika mereka sampai di Golconda, Illnois Selatan, pada tanggal 3 Desember 1838, mereka berniat hendak menyebrang sungai dengan kapal Barry's Ferry. Para kru kapal mengharuskan mereka membayar 12 dolar per-kepala yang mana semestinya hanya 1 dolar saja. Kehabisan bekal dan uang mereka tidak diizinkan menyebrang dan terpaksa menunggu orang-orang menyebrang sambil berlindung dari salju dibawah tebing Mantle Rock. Banyak dari mereka yang karena terlalu lama menunggu, mati kedinginan sambil berangkulan bersama.
Tanggal 26 Desember 1838, Martin Davis, komisaris agen datasemen Moses Daniel menulis : "terdapat cuaca dingin yang tak pernah kualami sebelumnya disini (Illnois), sungai-sungai membeku dengan ketebalan mencapai 8 sampai 20 inci. Kami terpaksa harus memotong es setebal itu untuk memberi minum orang-orang dan hewan ternak. Salju turun setiap dua atau tiga hari sekali. Saat ini kami sedang berkemah di rawa Mississipi, sekitar 4 mil dari sungai. dengan es setebal itu, kami benar-benar tidak tahu kapan tiba waktunya untuk menyebrang.."
Seorang tentara yang ikut berpartisipasi dalam pemindahan Cherokee berkata : "Saya telah berjuang pada perang-perang sebelumnya, namun pemindahan ini adalah pekerjaan paling kejam yang saya ketahui"
Meskipun sebenarnya tidak hanya suku Indian Cherokee yang mengalami pemindahan paksa tersebut (sebab sebelumnya juga terdapat pemindahan suku Indian Choctaw, Chickasaws, Indian Creek) namun tetap saja ini adalah salah satu bagian sejarah yang tak terlupakan. Sama menjijikkannya dengan usaha ethnic cleansing lain seperti kejahatan genosida.
![]() |
Tugu Peringatan Trail of Tears New echota Historic Site |
Selama perjalanan, dikatakan bahwa para Cherokee menyulut semangat mereka dengan menyanyikan lagu “Amazing Grace” Samuel Worcester, seorang pendeta yang ikut dalam perjalanan itu juga mengubah beberapa lagu gereja kedalam bahasa Cherokee. Lagu-lagu itu seakan menjadi lagu himne mereka semua.
Setidaknya meskipun kita mengenal baik betapa Amerika sangat menekankan prinsip hak asasi manusia dan kebebasan, kita sedikit mendapat gambaran, negara macam apa yang telah membangun sejarahnya dengan kaki-kaki imperialisme mereka menginjak kaum yang lebih lemah.
buku "Garis Besar sejarah Amerika" yang terbit pertama kali tahun 1949
sejarah amerika yang kejam, sedih, sekaligus menarik...
BalasHapuspara pendatang yang sama sekali tidak punya perasaan, selalu saja nafsu imperialisme tidak bisa menghargai & mengayomi tuan rumah..
i love it greeny..(bagus untuk menambah wawasan)
hehe..